2. Jelaskan definisi kepemilikan, sumber-sumber kepemilikan dan sebab kepemilikan!
3. Apa yang dimaksud dengan Syarikah, berikan contohnya dan hukumnya!
jawaban
1.
Islam memandang bahwasanya
permaslahan ekonomi itu tidak semata-mata bersifat materi saja, namun juga
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sederhana dan juga
merupakan tuntutan kehidupan yang berdimensi ibadah. Hal ini tercantum dalam
Q.S Al-A’raf:10, QS. Al-Mulk: 15, QS. An-Naba’: 11 dan QS. Jumu’ah :10,
sedangkan kapitalis memandang permasalahan ekonomi itu memberikan kebebasan
serta hak pemilikan kepada individu dan menggalakkan usaha secara perseorangan,
lain pula dengan sosialis,sosialis memandang permasalahan ekonomi menjadikan
rakyat seperti budak ekonomi yang
dikendalikan oleh Negara dengan menghapuskan semua hak individu.
2.
Kepemilikan dalam syariat islam
adalah kepemilikan terhadap sesuatu sesuai dengan aturan hukum dimana seseorang
memiliki wewenang untuk bertindak dari apa yang ia miliki selama dalam jalur
yang benar dan sesuai dengan hukum.
·
Bekerja
Menurut
hukum-hukum syariah ada beberapa bentuk kerja yang bisa dijadikan sebagai sebab
kepemilikan harta adalah sebagai berikut:
a.
Menghidupkan
Tanah Mati
Tanah mati
yaitu tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh
siapapun.Sedangkan menghidupkan tanah mati(ihya'al mawat) adalah
mengolah,menanami atau mendirikan bangunan diatas tanah tersebut,artinya
memanfaatkan tanah tersebut dengan cara apapun hingga menjadikan tanah tersebut
hidup.Hal itu menyebabkan seseorang menjadi memiliki tanah tersebut .
b.
Menggali
Kandungan Bumi
Rikaz artinya
menggali apapun yang terdapat dalam perut bumi,bukan merupakan harta yang
diperlukan oleh sebuah komunitas masyarakat atau bukan merupakan harta milik
umum seluruh kaum muslim seyogyanya yang dinyatakan dalam ketetapan fiqih.Ada
juga jenis harta yang bisa disamakan statusnya dengan jenis harta yang digali
dari perut bumi yaitu harta yang diserap dari udara misalnya oksigen,dan semua
ciptaan Allah yang diperbolehkan syariah dan dibiarkan untuk digunakan.
c.
Berburu
Harta yang
didapat dari hasil buruan darat dan buruan laut dan lain-lain adalah menjadi
milik orang yang memburunya sebagai mana halnya yang berlaku dalam perburuan
hewan-hewan lainnya.
d.
Makelar
(Samsarah) dan Pemandu ( Dalalah)
Makelar
(Samsarah) adalah panggilan bagi orang yang bekerja untuk orang lain guna
mendapatkan upah baik untuk keperluan menjual maupun membelikan. Begitu juga
panggilan untuk seorang pemandu.
e.
Mudharabah
Mudharabah
adalah kerjasama antara dua orang dalam suatu perniagaan atau perdagangan
dengan kata lain mudharabah yaitu meleburnya tenaga disatu pihak dengan harta
dari pihak lain, artinya satu pihak bekerja dan yang lain menyerahkan harta
selanjutnya kedua belah pihak menyepakati mengenai prosentase tertentu dari
profit yang didapatkan. Mudharabah mengharuskan adanya modal yang diterima oleh
mudharib dengan ketentuan pengelola boleh mengajukan persyaratan sehingga harta
tersebut bisa menjadi miliknya.
f.
Musaqat
Musaqat adalah
seseorang menyerahkan kebunnya kepada orang lain agar ada yang mengurus dan
merawatnya dengan harapan mendapat imbalan berupa bagian dari hasil panen kebun
tersebut karena kebun tersebut memerlukan banyak penyiraman biasanya
menggunakan air dari sumur bor. Kecuali untuk kebun kurma, pohon dan kebun
anggur karena hukumnya mubah. Musaqat hanya berlaku untuk pohon yang berbuah
dan bermanfaat.
g.
Ijarah
(Kontrak Kerja)
Ijarah adalah
usaha seorang majikan memperoleh manfaat dari seorang pekerja atau pembantu dan
usaha pekerja atau pembantu guna mendapat upah dari majikan. Artinya ijarah
adalah transaksi jasa dengan adanya suatu kompensasi atau imbalan yang bertumpu
pada manfaat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau pembantu.
·
Waris
Dalil yang
ditetapkan berdasar pada Nash Al Qur'an yang tegas, waris memiliki hukum
tertentu yang bersifat tawfiqi (harus diterima apa adanya) dan tidak memiliki
sebab persyariatan hukum. Tapi tetap bersifat partikular yang berupa
garis-garis besar. Waris adalah salah satu sarana untuk membagi kekayaan bagi
waris tersebut dimana hanya menjelaskan tentang fakta waris, sesuai dengan
syariah sehingga harta tersebut menjadi milik ahli waris tersebut. Ada 3
kondisi seseorang bisa membagikan kekayaan dalam masalah waris:
a. Harta
waris bisa dibagikan apabila ahli waris yang ada mampu menghabiskan semua harta
waris yang ditinggal mayit sesuai dengan hukum waris.
b. Jika
tidak ada ahli waris yang bisa menghabiskan semua harta waris sesuai hukum
syariah maka sebagiannya harus diserahkan kepada baitul mal.
c. Jika
tidak ada ahli waris sama sekali maka semua harta pusaka yang ada diserahkan
kepada baitul mal.
·
Kebutuhan
akan harta untuk menyambung hidup
Hidup adalah hak setiap orang dan seseorang itu
harus mendapatkan kehidupan sebagai haknya sehingga adanya kebutuhan akan harta
untuk menyambung hidup merupakan sebab-sebab kepemilikan.
·
Pemberian
harta negara kepada rakyat
Pemberian harta
negara kepada rakyat diambil dari harta baitul mal, baik untuk memenuhi hajat
hidup atau untuk memanfaatkan kepemilikan.
·
Harta
yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau tenaga
a. Hubungan
antar individu satu sama lain baik hubungan ketika masih hidup, misal hibah dan
hadiah dan juga wasiat.
b. Menerima
harta sebagai ganti rugi dari musibah yang menimpa seseorang atas orang yang
terbunuh dan luka.
c. Memperoleh
mahar juga harta yang didapat melalui akad nikah sesuai hukum-hukum pernikahan.
d. Barang
temuan (luqathah). Jika menemukan barang maka harus diteliti dulu, apakah
barang tersebut mungkin untuk disimpan dan diumumkan seperti perhiasan dan
pakaian, dan bukan punya orang yang sedang berhaji maka boleh dimiliki.
e, Santunan untuk khalifah dan orang-orang yang
sama-sama melaksanakan tugas pemerintahan.
3.
Musyarakah (syirkah
atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha
bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen
usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi
modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja
sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama
dengan memadukan seluruh sumber daya.
5 jenis syirkah
yang syari’i sama seperti pandangan mazhab Hanafi dan Zaidiah:
a.
Syirkah Inan
Syirkah inan adalah syirkah yang mana 2 pihak atau lebih, setiap
pihak menyumbangkan modal dan menjalankan kerja. Contoh bagi syirkah inan:
Khalid dan Faizal berbagi menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan
masing-masing mengeluarkan modal RP.50.000 setiap seorang.
b.
Syirkah Abdan
Perkongsian abdan adalah perkongsian 2 orang atau lebih yang hanya melibat
tenaga(badan) mereka tanpa melibatkan perkongsian modal. Sebagai contoh: Jalal
adalah tukang buat rumah dan Rafi adalah juruelektrik yang berkongsi menyiapkan
proyek sebuah rumah. Perkongsian mereka tidak melibatkan perkongsian kos.
Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka.
c.
Syirkah Mudharabah
Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih
dengan ketentuan, satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain
mengeluarkan modal (mal). (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudharabah dipakai
oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh. (Al-Jaziri, 1996:
42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal memberikan
modalnya sebanyak RM 100 ribu kepada Abu Abas yang bertindak sebagai pengelola
modal dalam pasaraya ikan. Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah
mudharabah. Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan
mengeluarkan modal sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan
kerja sahaja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal
dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan
konstribusi modal tanpa konstribusi kerja. Kedua-dua bentuk syirkah ini masih
tergolong dalam syirkah mudharabah (An-Nabhani, 1990:152). Dalam syirkah mudharabah,
hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak
turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan
syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi
sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian
ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah
(perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerosakan harta atau
kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun
demikian, pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana
melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
d.
Syirkah Wujuh
Disebut syirkah wujuh kerana didasarkan pada
kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat.
Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama
melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan
modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah
semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku
ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya. (An-Nabhani, 1990:154) Bentuk
kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah
dalam barangan yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang
kepada keduanya tanpa sumbangan modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan
B tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara
membeli barang dari seorang pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat
masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual
barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya
dikembalikan kepada C (pedagang). Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah barang dagangan yang
dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing pengusaha wujuh
usaha berdasarkan kesepakatan.
e.
Syirkah Mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau
lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan,
mudharabah dan wujuh).
f.
syirkah al milk
Syirkah Al Milk mengandung arti kepemilikan bersama
(co-ownership) yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih
memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atau suatu kekayaan (aset).
Misalnya, dua orang atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah
atau harta kekayaan atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat
dibagi-bagi. Contoh lain, berupa kepemilikan suatu jenis barang (misalnya,
rumah) yang dibeli bersama.
EmoticonEmoticon