Esok, 20 September 2012 adalah hari yang menentukan bagi ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta. Pasalnya, ada 2 pasang cagub dan cawagub yang akan bertarung di pemilukada DKI Jakarta putaran kedua yang mengerucut kepada pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dan Joko Widodo-Basuki T Purnama. Kita ketahui mereka telah menyingkirkan lawan-lawan politik mereka antara lain Faisal Basri-Biem Benyamin, Hendardji Supandji-Ahmad Riza, Alex Noerdin-Nono Sampono, dan Hidayat Nur Wahid – Didik J. Rachbini di pemilukada pertama yang diselenggarakan pada 11 Juli lalu, kemudian apa yang menyebabkan kedua pasangan tersebut dapat mengalahkan lawan-lawan mereka? Apa yang menyebabkan separuh warga DKI Jakarta mempercayakan suara mereka kedua pasangan ini? Faktor-faktor apa yang ada dibelakangnya? Lalu siapakah yang akan memenangkan ‘pertarungan’ ini?
Fauzi Bowo atau yang sering disapa ‘Foke’ adalah bukan ‘orang baru’ dalam percaturan birokrasi di DKI Jakarta, karirnya sebagai birokrat diawali dengan mengajar di FakultasTeknik UI. Ia bekerja sebagai pegawai negeri sejak tahun 1977. Beberapa posisi yang pernah dijabatnya antara lain adalah sebagai Kepala Biro Protokol dan Hubungan Internasional dan Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Doktor lulusan Technische Universität Kaiserslautern bidang perencanaan tahun 2000 ini juga telah menempuh Sepadya (1987), Sespanas (1989), dan Lemhannas KSA VIII (2000). Pria yang dikenal dengan jargon ‘serahkan pada ahlinya’ juga pernah menjabat sebagai wakil gubernur DKI Jakarta pada masa kepemimpinan Sutiyoso. Setelah itu dia maju di pilkada Jakarta pada tahun 2007 sebagai cagub dengan pasangan cawagub nya, Prijanto dan sukses mengalahakan kompetitornya, Adang Dorodjatun-Dani Anwar. Tak dapat dipungkiri dengan pengalamannya yang boleh dikatakan segudang dalam berbirokrat itu menjadi modal utama nya dalam pemilukada kali ini. Nachrowi Ramli adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat DKI Jakarta. Ia aktif dalam berbagai organisasi kemasyarakatan di Jakarta, antara lain sebagai Ketua Umum Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi) dan Ketua Dewan Penasehat Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi).Ia juga memiliki kegemaran mendalami silat Betawi. Ia yang juga akrab dipanggil Bang Nara ini adalah seorang Jenderal TNI AD dan perwira teknik elektro. Ia menempuh pendidikan Akademi Militer (Akmil) dan lulus pada tahun 1973, dan merupakan satu angkatan dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Sejak tahun 1974 ia berkarir di bidang intelijen, khususnya bidang telik sandi, sehingga menjadi Kepala Lembaga Sandi Negara Republik Indonesia untuk periode 2002–2008.
Joko Widodo lebih dikenal dengan nama julukan Jokowi, adalah Walikota Surakarta (Solo) selama dua kali masa bakti 2005-2015. Dalam masa jabatannya, ia diwakili F.X. Hadi Rudyatmo sebagai wakil walikota. Ketika itu, dia dicalonkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Lulusan insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985 ini sebelum menjabat sebagai walikota Solo adalah seorang pedagang mebel rumah dan taman. Selama 2 periode terakhir menjabat sebagai Walikota di Solo, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota Solo. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java". Salah satu hal yang paling fenomenal dan telah berhasil dilakukan oleh Joko Widodo, yaitu melakukan relokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari tanpa adanya gejolak dari para pedangang. Selain itu, namanya mulai dikenal khalayak umum ketika mobil buatan anak bangsa “ESEMKA” muncul di pemberitaan nasional. Basuki Tjahja Purnama atau paling dikenal dengan panggilan Ahok, adalah seorang anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Golkar. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Bupati Belitung Timur periode 2005-2006. Ia merupakan etnis Tionghoa pertama yang menjadi Bupati Kabupaten Belitung Timur. Lulusan Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi Universitas Trisakti ini dan S-2 dan bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta ini sebelum berkarir di politik adalah seorang pebisnis dengan mendirikan sebuah perusahaan yang bernama CV Panda yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan PT Timah. Ia juga sempat bekerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta. Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik. Ia menjabat sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek. Pada 1992 Basuki mendirikan PT Nurindra Ekapersada sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995. Pada tahun 1995, Basuki memutuskan berhenti bekerja di PT Simaxindo Primadaya. Ia kemudian mendirikan pabrik di Dusun Burung Mandi, Desa Mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur. Pabrik pengolahan pasir kuarsa tersebut adalah yang pertama dibangun di Pulau Belitung, dan memanfaatkan teknologi Amerika dan Jerman. Lokasi pembangunan pabrik ini adalah cikal bakal tumbuhnya kawasan industri dan pelabuhan samudra, dengan nama Kawasan Industri Air Kelik (KIAK). Pada akhir tahun 2004, seorang investor Korea berhasil diyakinkan untuk membangun Tin Smelter (peleburan bijih timah) di KIAK. Investor asing tersebut tertarik dengan konsep yang disepakati untuk menyediakan fasilitas komplek pabrik maupun pergudangan lengkap dengan pelabuhan bertaraf internasional di KIAK.
Pola bisnis dan birokrat ini juga membawa pengaruh dalam pencitraan mereka pada pilkada kali ini. Terlihat dari kostum yang mereka kenakan saat berkampanye. Foke-Nara memakai baju khas DKI Jakarta yang terlihat rapi yang menggambarkan bahwa mereka adalah putra asli Betawi. Berbeda dengan lawannya, Jokowi-Ahok memilih kostum kemeja kotak-kotak yang kini menjadi trend, terlihat sangat simple dan keseharian tidak seperti Foke-Nara yang terkesan ‘kaku’ dan lebih formal. Perbedaan visi dan misi juga menjadi pertimbangan sendiri bagi warga DKI Jakarta dalam menentukan siapa yang lebih layak memenangkan pertarungan pemilukada kali ini. Secara keseluruhan Foke-Nara sebagai ‘incumbent’ lebih mempertahankan program-program terdahulunya tidak terlihat program-program baru yang signifikan. Sebaliknya Jokowi-Ahok mempunyai impian yang sangat besar merubah wajah DKI Jakarta dengan program-program barunya dan jargon ‘Jakarta Baru’ nya. Sekarang ini yang dibutuhkan untuk menangani problematika di ibukota adalah inovasi yang boleh dikatakan ‘inovasi gila’. Mengapa? Karena persoalan DKI Jakarta yang sudah sangat rumit ini tidak bisa diatasi dengan inovasi biasa saja, hanya inovasi gila ataupun inovasi yang dianggap mustahil untuk dilaksanakanlah yang bisa memecahkan persoalan di DKI Jakarta ini. Namun apakah waktu 5 tahun cukup untuk membenahi ibukota? Apakah pengalaman yang mampu menyelesaikannya? Tidak hanya pengalaman, tetapi adalah bagaimana seorang pemimpin itu mampu memahami persoalan daerahnya khususnya warganya. Kedekatan pemimpin dan warganya itulah yang sangat penting guna menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di Jakrata di samping pengalaman dan ilmu yang dimiliki oleh seorang pemimpin.
EmoticonEmoticon