It has been more than two decades since Shari’a Economic Law was
introduced and grew in Indonesia. For that reason, a thourough study is needed
to describe the principles, types, and implementation of ‘akad’ (deal) in this
special law.This study reveals that a deal in Shari’a Finance & Economic
Law is consisted of several principles, e.g. balance, fairness, and
consensualism. Meanwhile, types of deal to be found in Shari’a Economic and
Finance Law are buying and selling, renting, outcome distribution, service/fee,
and pure saving.
Secara garis besar segala kegiatan usaha dalam perspektif syariah
Islamiah termasuk kedalam kategori muamalah yang hukum asalnya mubah/halal asal
tidak melanggar beberapa prinsip pokok dalam syariat Islam. Hal ini sejalan
dengan kaidah-kaidah yang masyhur di kalangan para ulama. Sebelum seseorang
melakukan atau menggunakan produk syariah, seseorang harus mengetahui lebih
jelas akad pembiayaan produk yang dipilih sebelum memilih produk yang
benar-benar syariah, maka harus dicermati dahulu masalah akad pembiayaannya.
Dari segi etimologi, akad antara lain berarti ikatan antara dua
perkara, baik ikatan secara nyata, maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi
maupun dari dua segi. Pengertian akad dalam arti khusus adalah Perikatan yang
ditetapkan dengan ijab Kabul berdasarkan ketentuan syara, yang berdampak pada
objeknya (R. Syafe’i, 2004:45).
Menurut S. Anwar (2007:65), istilah “akad” dalam hukum Islam
disebut “perjanjian” dalam hukum Indonesia. Kata akad berasal dari kata al-aqd
yang berarti mengikat,menyambung atau menghubungkan (ar- rabt). Selanjutnya,
dikemukakan akad (perjanjian) menurut Pasal 262 Mursyid al-Harian,yaitu
pertemuan ijab yang diajukan oleh salah satu pihak dengan Kabul dari pihak lain
yang menimbulkan akibat hukum pada objek akad. Definisi akad menurut Syamsul
Anwar sendiri, yaitu pertemuan ijab dan Kabul sebagai pernyataan kehendak dua
pihak atau lebih untukmelahirkan suatu akibat hukum pada objeknya.
Berbagai macam bentuk akad muamalah terdapat dalam Ekonomi Syariah
guna membangun sebuah usaha, yakni antara lain sebagaimana yang dipaparkan
secara singkat berikut ini
1.
AL MUSYARAKAH (Kerjasama Modal Usaha)
Al Musyarakah
adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
dan masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Al Musyarakah dalam aplikasi lembaga
keuangan Syariah dapat berbentuk:
a.
Pembiayaan
Proyek, yaitu pelaku usaha dan Lembaga Keuangan Syariah (selaku pemodal)
sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek
selesai, nasabah mengembalikan dana yang digunakan beserta bagi hasil yang
telah disepakati di awal perjanjian (ijab-kabul).
b.
Modal
Ventura, yakni penanaman modal dilakukan oleh lembaga keuangan Syariah untuk
jangka waktu tertentu, dan setelah itu lembaga keuangan tersebut melakukan
divestasi atau menjual bagian sahamnya kepada pemegang saham perusahaan.
2.
AL MUDHARABAH (Kerjasama Mitra Usaha dan Investasi)
Al Mudharabah
adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dengan ketentuan pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola, dan keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak.
Aplikasi Al
Mudharabah dalam pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah adalah berbentuk:
a.
Pembiayaan
Modal Kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
b.
Investasi
Khusus, disebut juga “mudharabah muqayyadah”, adalah
pembiayaan dengan sumber dana khusus, di luar dana nasabah penyimpan biasa,
yang digunakan untuk proyek-proyek yang telah ditetapkan oleh nasabah investor
(shahibul maal).
3.
AL MURABAHAH (Jual Beli dengan Pembayaran
Tangguh)
Al Murabahah
adalah jual-beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati dengan ketentuan penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli
dan menentukan suatu tingkat keuntungan (margin) sebagai tambahannya.
Dalam transaksi
Al Murabahah harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.
Penjual memberitahu
biaya modal kepada nasabah;
b.
Kontrak pertama
harus sah sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan;
c.
Kontrak harus
bebas dari riba;
d.
Penjual harus
menjelaskan kepada pembeli jika terjadi cacat atas barang setelah pembelian;
e.
Penjual harus
menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian
Aplikasi Al Murabahah pada Lembaga Keuangan Syariah adalah untuk
pembiayaan pembelian barang-barang investasi. Al Murabahah adalah kontrak untuk
sekali akad (one short deal), sehingga kurang tepat jika digunakan untuk pembiayaan
modal kerja.
4.
BAI’ AS SALAM (Pesanan Barang dengan Pembayaran
di Muka)
Bai’ as salam
berarti pemesanan barang dengan persyaratan yang telah ditentukan dan
diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan sebelum barang
diterima.
Dalam transaksi
Bai’ as Salam harus memenuhi 5 (lima) rukun yang mensyaratkan harus ada
pembeli, penjual, modal (uang), barang, dan ucapan (sighot).
Bai’ as Salam
berbeda dengan ijon, sebab pada ijon, barang yang dibeli tidak diukur dan
ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli sangat tergantung
kepada keputusan si tengkulak yang mempunyai posisi lebih kuat. Aplikasi Bai’
as Salam pada Lembaga Keuangan Syariah biasanya dipergunakan pada pembiayaan
bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Lembaga
Keuangan dapat menjual kembali barang yang dibeli kepada pembeli kedua,
misalnya kepada Bulog, Pedagang Pasar Induk, atau Grosir. Penjualan kembali
kepada pembeli kedua ini dikenal dengan istilah “Salam Paralel”.
5.
BAI’ AL ISTISHNA’ (Jual Beli Berdasarkan
Pesanan)
Transaksi Bai’
al Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang
melalui pesanan, pembuat barang berkewajiban memenuhi pesanan pembeli sesuai
dengan spesifikasi yang telah disepakati. Pembayaran dapat dilakukan di muka,
melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai batas waktu yang telah ditentukan.
Dalam sebuah
kontrak Bai’ al Istishna, pembeli dapat mengizinkan pembuat barang menggunakan
sub kontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat
barang dapat membuat kontrak istishna kedua untuk memenuhi kewajibannya pada
kontrak pertama. Kontrak seperti ini dikenal sebagai “Istishna’ Paralel”
6.
AL IJARAH (Sewa/ Leasing)
Al Ijarah
adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran sewa
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (Ownership) atas barang itu
sendiri. Dalam perkembangannya kontrak Al Ijarah dapat pula dipadukan dengan
kontrak jual-beli yang dikenal dengan istilah “sewa-beli” yang artinya akad sewa
yang diakhiri dengan kepemilikan barang oleh si penyewa pada akhir periode
penyewaan.
Dalam aplikasi,
Al Ijarah dapat dioperasikan dalam bentuk operating lease maupun financial
lease, namun pada umumnya Lembaga Keuangan biasanya menggunakan Al
Ijarah dalam bentuk sewa-beli karena lebih sederhana dari sisi pembukuan, dan
Lembaga Keuangan tidak direpotkan untuk pemeliharaan asset, baik saat leasing
ataupun sesudahnya.
7.
QARD AL HASAN (Pinjaman Kebajikan)
Qard adalah
akad yang dikhususkan pada pinjaman dari harta yang terukur dan dapat ditagih
kembali serta merupakan akad saling bantu-membantu dan bukan merupakan
transaksi bisnis secara komersial.
Salah satu
fungsi Lembaga Keuangan Syariah adalah ikut serta dalam kegiatan sosial, yang
diaplikasikan dengan menyalurkan dana dalam bentuk qard dari dana yang dihimpun dari
hasil zakat, infaq, dan sadaqah.
Qard al Hasan adalah produk
perbankan syariah untuk nasabah yang membutuhkan dana untuk keperluan mendesak
dengan kriteria tertentu dan bukan untuk tujuan konsumtif. Pengembalian
pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu dan dapat dikembalikan
sekaligus atau diangsur tanpa tambahan atas dana yang dipinjam.
Dalam surat Al Israa’ ayat 34 Allah mengingatkan bahwa setiap orang
akan dimintai pertanggungjawabannya dalam hal yang berkaitan dengan ikatan
janji dan kontrak yang dilakukannya.Hal ini merupakan bukti nyata bahwa Al
Quran menginginkan keadilan terus ditegakkan dalam melakukan semua kesepakatan
yang telah disetujui.
Dari paparan diatas mengenai akad-akad muamalah dalam ekonomi
syariah dapat disimpulkan sistem ekonomi syariah mempunyai produk yang jauh
lebih lengkap dari Lembaga Keuangan yang berdasarkan ekonomi Konvensional,
karena semata-mata hanya menggunakan akad pinjam meminjam dan mengandalkan
pendapatannya dari nilai waktu atas uang yang dipinjamkan.
Sumber : http://www.ekonomisyariah.net
EmoticonEmoticon