Sharia Business Process






Islamic
business or sharia business become a new phenomenon. Various businesses begin
to look Sharia system which later became their label. Call it, Islamic banks, Islamic
insurance, hotel sharia, Islamic pawnshops, multi-Islamic finance, Islamic superm


arkets,
garages sharia, sharia gas stations, salons sharia, etc.. arguably being
experienced "fever" sharia business. Although it was a fever, many
people do not know more about what it is sharia business. As a newly emerging thing,
it is very reasonable still not many people who knew it.


With the new system, and the rules are not yet widely known
to many people, you create
an uncontested market. Of course, the Islamic label you use
to
attract consumers to know and try your
product.


Then what is
the difference the usual product with Sharia product? It's a question that will
appear minds of consumers. You then explain that you have got the product from
the MUI halal certification, customers will be served by a veiled woman, when
consumers come and be given a greeting, and all business processes from
production to distribution based on Islamic values​​. If it's the quality of
your product just as well as other products, at the same price, your product
would have been consumers. Because you have a different service.




Islam
adalah agama yang paling banyak mendorong umatnya untuk menguasai perdagangan.
Karena itu, Islam memberikan penghormatan yang tinggi kepada para pedagang.
Dalam Sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw, menempatkan dan mensejajarkan para
pedagang bersama para Nabi, Syuhada dan Sholihin (Hadits riwayat Tarmizi).
Menurut Ibnu Khaldun, bidang ini memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
membangun peradaban Islam. Namun, masalah perdagangan (bisnis) kurang mendapat tempat
dalam gerakan peradaban Islam. Padahal sektor ini sangat penting untuk
diaktualisasikan kaum muslimin menuju kejayaan Islam di masa depan. Tema
perdagangan ini perlu diangkat ke permukaan mengingat kondisi obyektif kaum
muslimin di berbagai belahan dunia sangat tertinggal di bidang perdagangan.
Lalu kemudian muncullah istilah syariah dalam ekonomi Islam





Apa yang
dimaksud dengan bisnis syariah?





Secara istilah, syariah mempunyai
dua makna, pertama makna umum dan kedua makna
khusus. Makna pertama adalah agama, yaitu apa-apa yang Allah tetapkan untuk
hamba-hamba-Nya dan mengutus utusan dengan kitab-kitab untuk menyampaikannya
dan untuk menunjukkan manusia kepada kebaikan akhlak, muamalah dan dalam
hubungan dengan Sang Pencipta. dengan makna ini, syariah bermakna agama secara
keseluruhan yang mencakup dasar dan bagian-bagiannya. sebagaimana firman Allah
: "Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama
dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu
orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya)." (QS Asy-Syura :13)


Setiap nabi dan rosul di perintahkan
untuk menegakkan agama Allah, yaitu menegakkan tauhid dengan meng-esa-kan
Allah. dan dengan ini, maka syariah berarti dasar
agama. Makna kedua adalah makna yang khusus, yaitu hukum-hukum syariah
amaliyah (fiqih). dengan makna ini, syariah di sebut untuk bagian-bagian agama
yang termasuk di dalamnya masalah-masalah ibadah. dengan makna ini juga berarti
syariah tidak sama dengan syariah yang lainnya. Allah berfirman : "Dan
Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan
yang terang." (QS Al-Maidah : 48)



Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau
sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata
"bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya —
penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada
badan usaha, yaitu
kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau
keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar
tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling
luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia
barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi "bisnis" yang tepat
masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.






Jadi Bisnis
Syariah adalah
upaya memproduksi/mengusahakan
barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan konsumen dengan mengimplementasikan
aturan-aturan syari’at Allah

dalam hal bermuamalah. Lalu apakah yang membedakan bisnis syariah ini dengan
bisnis yang ada sekarang ini (konvensional)?
Untuk
membedakan antara bisnis syariah dan yang bukan, maka kita dapat mengetahuinya
melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki ciri tersendiri.
Beberapa ciri itu antara lain:


1.     
Selalu
berpijak pada nilai-nilai ruhiyah. Nilai ruhiyah adalah kesadaran setiap
manusia sebagai ciptaan Allah yang harus selalu berhubungan dengan-Nya dalam
wujud ketaqwaan.


2.     
Memiliki
pemahaman terhadap bisnis yang halal dan haram. Seorang pelaku bisnis syariah
dituntut mengetahui benar fakta-fakta terhadap praktik bisnis yang benar dan
yang salah. Disamping juga harus paham dasar-dasar yang dijadikan hukumnya.


3.     
Benar
secara syar’i dalam implementasi. Intinya pada masalah ini adalah ada
kesesuaian antara teori dan praktik, antara apa yang telah dipahami dan yang di
terapkan. Sehingga pertimbangannya tidak semata-mata untung dan rugi secara
material.


4.     
Berorientasi
pada hasil dunia dan akhirat. Bisnis tentu di lakukan untuk mendapat keuntungan
sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam. Karena di
lakukannya bisnis memang untuk mendapatkan keuntungan materi.


5.     
Menjadikan
bisnis yang dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah dan menjadi pahala di
hadapan Allah . Hal itu terwujud jika bisnis atau apapun yang di lakukan selalu
mendasarkan pada aturan-Nya yaitu syariah Islam.


Kemudian ada 5 prinsip dalam ilmu
ekonomi islam yang harus diterapkan dalam pelaksanaan bisnis syariah yaitu :


1.    Tauhid adalah pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta
alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini
bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua
yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya dalam muamalah
dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai
menyalahi aturan yang telah diberikan.


2.     Keseimbangan
atau kesejajaran
merupakan konsep yang menunjukkan
adanya keadilan sosial, keadilan dalam segala hal termasuk kaidah-kaidah bisnis
syariah.


3.     Kehendak
bebas
yakni manusia mempunyai suatu
potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia
tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia
haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai
khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan
kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.


4.   Tanggung
Jawab
yakni terkait erat dengan tanggung
jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga
tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak
sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai
makhluk sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya di akhirat, tapi tanggung
jawab kepada manusia didapat di dunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum
non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.


5.    Ihsan adalah kehendak untuk melakukan kebaikan hati dan
meletakkan bisnis syariah pada tujuan berbuat kebaikan.





Ada hal-hal yang harus diperhatikan benar dalam
menjalankan bisnis syariah. Ada aturan yang harus dipatuhi dan ada pula
larangan terhadap sejumlah perbuatan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :


  1. Kegiatan bisnis yang kita
    transaksikan tidak berbasis bunga atau riba.

  2. Produk atau jasa yang kita
    transaksikan tidak melibatkan sesuatu yang haram, seperti daging babi atau
    minuman beralkohol.

  3. Menghindari hal-hal yang
    bersifat judi (masyir).

  4. Menghindari hal-hal yang
    bersifar spekulatif atau tidak pasti ( gharar).

  5. Kesediaan mengeluarkan zakat
    dan sedekah.



Adapun perbuatan yang dilarang
antara lain :


1.     
Menimbun
(ikhtiar), Islam melarang praktik penimbunan (ikhtiar) barang, karena hal
tersebut berakibat naiknya harga barang dipasaran akibat sedikitnya pasokan ke
masayarakat.


2.     
Transaksi
Palsu (bai’najasi), adalah transaksi yang mengabaikan bisnis syariah
yang dibuat-buat dengan tujuan tertentu, misalnya untuk menaikan harga barang
atau menurunkannya. Dalam ilmu ekonomi transaksi tersebut disebut penawaran
palsu (false supply) dan permintaan palsu (false demand). Penawaran palsu
dilakukan dengan  tujuan menaikan harga barang karena meningkatnya
permintaan cenderung akan mendorong naiknya harga barang. Kejadian sebalaiknya
adalah penawaran palsu yang tujuannya menurunkan harga barang sehingga pembeli
bisa membeli barang tersebut dengan harga murah.


3.     
Ghaban,
adalah kegiatan illegal di lingkungan pasar financial yang biasanya
memanfaatkan informasi internal, misalnya rencana-rencana keputusan-keputusan
perusahaan yang belum di publikasikan. Di Pasar modal prilaku yang termasuk
ghaban misalnya adalah perdagangan orang dalam ( insider trading).


4.     
Mengurangi
Takaran. Tidak mengurangai takaran bagian dari upaya menjaga kepercayaan antara
konsumen dan produsen. Dengan demikian fungsi auditor dalam memeriksa setiap
transaksi sangat diperlukan. Bila tindakan mengurangi takaran dibiarkan maka
hal itu akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan konsumen terhadap produk yang
ada.


Dra.
Endang Sri Soesilowati, MS, MA, Ph.D dalam seminar Sharia Economics Research
Day yang ke-enam pada tanggal 6 Juli 2010 yang bekerjasama dengan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyampaikan bahwa produk yang bersertifikat halal
memiliki peluang pasar yang besar, dengan perkiraan pemasaran produk halal di
pasar global saat ini telah mencapai nilai lebih dari 600 miliar dollar. Permintaan
terhadap produk halal di pasar global ini diperkirakan akan meningkat terus,
dengan pertumbuhan per tahun sebesar 20 - 30 persen. Hal ini mengingat terutama
cukup besarnya populasi pasar umat Islam yang mencapai sekitar 1,6 miliar orang,
yaitu terdiri dari 180 juta Muslim di Indonesia, 140 juta di India, 130 juta di
Pakistan, 200 juta di Timur Tengah,  300
juta di Afrika, 14 juta di Malaysia dan lebih dari 8 juta di Amerika Utara. Untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi produk halal, Negara Islam, bahkan sampai harus
mengimpor produk  dari luar, dan bahkan dari
negeri non Muslim, seperti misalnya yang telah dilakukan oleh Negara Timur
Tengah sejak lama dengan mengimpor daging halal dari Negara non Muslim,
terutama dari Australia dan Brazil. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku konsumen
seperti perilaku pada umumnya dipengaruhi oleh faktor agama, dimana dalam agama
terdapat aturan tentang apa-apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang untuk
dilakukan, termasuk perilaku konsumsi. Hal ini mendorong perilaku konsumen
dalam berbelanja produk halal akan menjadi salah satu barometer permintaan
terhadap produk halal dan akan berpengaruh terhadap peningkatan usaha penyedia
produk halal tersebut.


Bahwasanya
bisnis syariah ini adalah bukan hal yang baru dalam perekonomian dunia. Nabi
Muhammad S.A.W sudah lebih dahulu mempraktekkan sistem berbisnis dilandasi dengan
syariat agama Islam. Beliau tergolong pebisnis handal yang dapat menyenangkan
customernya, sehingga customer beliau sangat mempercayai beliau. Kepercayaan pelanggan
inilah yang beliau jaga sehingga beliau mendapatkan gelar “Al-Amin” yang
artinya dapat dipercaya.Beliau juga menjunjung tinggi nilai-nilai seperti
kejujuran, mencintai customernya, menepati janji, dan menyediakan barang yang
bagus tanpa cacat pada dagangannya,


Ada baiknya
jika sistem bisnis dilandasi syariah ini bisa mendunia dan bisa menggantikan sistem
bisnis secara konvensional atau yang kita kenal sekarang ini. Bahwa apabila sistem
syariah ini ditegakkan akan terciptanya keseimbangan dalam setiap segi
kehidupan. Tidak ada yang terlihat menonjol atau sebaliknya dikucilkan. Tidak ada
yang berkuasa dan tidak ada yang tertindas.  





Sumber :





Seminar “Sharia Economics Research Day”, Widya Graha LIPI, 6 Juli
2010


Indonesia International Halal Exhibition - Halal Indonesia 2006
(http://www.mastic.gov.my/servlets/sfs)








  










Previous
Next Post »