Pada
suatu saat Rasulullah berkumpul dengan para sahabatnya dalam sebuah majlis.
Ketika itu Rasulullah bertanya kepada para sahabatnya : “siapa diantara kalian
yang mengetahui tentang sebuah pohon yang tidak pernah jatuh daunnya sebagai
lambang dari seorang muslim, pohon apakah itu?”. Para sahabat yang hadir pada
waktu itu mencoba menerka dalam hatinya bahwa pohon tersebut adalah pohon yang
hidup di gurun pasir, sedangkan Ibnu Umar yang juga ikut hadir menerka bahwa
pohon tersebut adalah pohon kurma, dikarenakan malu jadi dia tidak menjawabnya.
Semua sahabat yang hadir berkata : “terangkanlah kepada kami pohon apakah itu
ya Rasululloh? Rasulullah pun menjawab pohon itu adalah pohon kurma”. Dalam
suatu riwayat lain pada waktu itu Ibnu Umar masih kecil. (H.R Bukhari).
Dari
hadits di atas terdapat dua masalah yang dapat dijadikan pelajaran berharga
bagi kita. Pertama, jangan pernah meremehkan pengetahuan/ilmu pengetahuan anak
kecil. Kedua, adab (tatakrama, sopan santun) dalam menjawab pertanyaan selama
masih ada orang alim atau orang yang lebih tua dari kita ada bersama kita. Pertama,
jangan pernah meremehkan pengetahuan/ilmu pengetahuan anak kecil. Dalam
pengetahuan tidak ada batas apakah dia sudah tua, lebih dahulu lahir, senior,
atau apapun yang termasuk kategori lebih. Yang utama dalam pengetahuan sejauh
mana seseorang mempelajari suatu bidang pengetahuan, keseriusannya,
ketekunannya, dan pemahaman dia terhadap pengetahuan tersebut. Usia dan
kedahuluan hidup seseorang tidak mempengaruhi untuk menguasainya. Dalam
kejadian Ibnu Umar, dia memiliki pengetahuan padahal usia dia waktu itu masih
kecil.
Kedua,
adab (tatakrama, sopan santun) dalam menjawab pertanyaan selama masih ada orang
alim atau orang yang lebih tua dari kita ada bersama kita. Ini bukan berarti
menunjukkan apabila kita mengetahui sesuatu kita tidak boleh mengutarakannya
selama ada orang alim atau orang yang lebih tua. Tetapi kita mesti mendahulukan
orang-orang tersebut untuk berbicara atas apa yang diketahuinya. Baru setelah
itu giliran kita untuk berbicara sesuai dengan apa yang diketahui kita. Ibnu
Umar sebagai anak kecil dia mendahulukan orang-orang disekitarnya untuk
menjawab pertanyaan nabi. Penjelasan tentang Ibnu Umar malu untuk menjawab
pertanyaan nabi menunjukkan ketawadhuan dia terhadap para sahabat besar (yang
lebih tua usianya, dan telah lama bersama nabi). Dan sifat malunya itu tidak
berarti mengajarkan kita untuk tidak boleh menjawab masalah atau pertanyaan.
Tapi sifat malunya itu menunjukkan bahwa dia sangat paham tentang adab dalam
suatu majlis (forum).
Kita
sering mendengar atau mengetahui beberapa anak kecil dengan kemampuan luar
biasa. Mereka terkadang melampaui orang dewasa dalam pengetahuan atau
penguasaan terhadap suatu bidang. Dan itu sudah tidak mengherankan lagi bagi
kita. Hanya saja terkadang masih banyak orang dewasa yang tidak mempedulikan
kemampuan mereka. Akhirnya apa yang telah dimiliki anak kecil menjadi
tersia-siakan. Alih-alih mengarahkan dia untuk belajar mengungkapkan
pengetahuannya dan beradab seperti halnya Ibnu Umar kecil. Karena kondisi
seperti itu terjadilah penyalahgunaan pengetahuan dan keahlian. Dalam beradab
pun anak tersebut tidak terbiasa dengan adab seperti Ibnu Umar. Sehingga yang
terjadi kebiasaan buruk yang dibawa sampai dewasa. Anak berani kurang ajar
terhadap orang dewasa karena merasa dia lebih mengetahui atau menguasai sesuatu
daripada orang dewasa. Itulah yang terjadi sekarang ini.
Seiring
dengan perkembangan kemajuan di seluruh bidang yang notabene bersumber dari
barat, apa yang bersumber dari barat diikuti tanpa difilter terlebih dahulu,
hingga kita pun dalam beradab mengikuti mereka. Apalagi adab barat tersebut
telah dipoles dan dibungkus mengunakan logika halus dengan cara memasukan
bidang pelajaran etika menurut ukuran masuk akal atau tidak masuk akal.
Sedangkan nilai keindahan sopan santun pun diukur oleh dapat diterima atau
tidaknya oleh akal. Didukung dengan menjamurnya perguruan tinggi-perguruan
tinggi yang hampir semuanya berkiblat ke barat. Lulusannya pun menjadi sarjana-sarjana
yang lupa akan adat ketimurannya.
Memang
adat ketimuran tidak semuanya bertentangan dengan adab Islam begitupun dari
barat. Tapi dalam hal ini adat ketimuran sangat dekat dengan sifat yang
ditunjukkan Ibnu Umar hanya terkadang memang masih ada catatan-catatan kecil
yang masih perlu dibenahi. Contoh dalam salah satu adat timur anak kecil tidak
boleh melebihi orang dewasa dalam segala bidang karena anak kecil hidupnya baru
sedangkan orang dewasa telah lebih dahulu hidupnya. Padahal dalam contoh yang
ditunjukkan oleh Ibnu Umar tidak begitu. Dia merupakan seorang anak yang tahu
akan jawaban nabi berarti dia mengetahui daripada orang-orang yang hadir di
majlis tersebut tetapi karena dia seorang anak yang beradab membuat dia lebih
mendahulukan adab kesopanan daripada harus menonjolkan pengetahuannya. Jadi apa
yang dilakukan Ibnu Umar bukan berarti anak kecil tidak boleh melebihi orang
dewasa seperti dalam adat timur.
Ketika ilmu hasil kuliah dipraktekkan dan disampaikan, pengaruh pendidikan
barat terbawa dan berpengaruh menjadi lifestyle pengganti adab Islam yang
sebelumnya telah dimilikinya. Sehingga mereka menganggap biasa atas anak kecil
yang memiliki kemampuan mengekspresikan kemampuannya dengan liar tanpa memiliki
adab.
Banyak
anak kecil yang memiliki kemampuan lebih, menentang orang dewasa dibiarkan
begitu saja. Karena mereka menganggap jika anak kecil ditekan kemampuannya akan
menghasilkan generasi bodoh dan tidak memiliki inisiatif. Singkatnya mereka
menganggap perbuatan membimbing dan mengarahkan anak itu merupakan pembunuhan
karakter, kreatifitas, perkembangan psikologi, dan kemampuan anak. Mereka lupa
dengan begitu anak akan menjadi sombong dan tidak tahu arah. Jangan beranggapan
bahwa anak jika sudah mencapai umur dewasa akan menemukan jati dirinya sendiri.
Itu agaknya anggapan yang tidak pas karena dengan begitu ketika anak sudah
dewasa akan memiliki pribadi yang egois, merasa paling benar, dan paling
segalanya. Memang benar ketika anak menjadi dewasa, mereka akan menemukan jati
dirinya sendiri. Tetapi tidaklah seperti itu, dalam pendidikan Islam harus
terlebih dahulu dibekali akhlakul karimah sebagai modal bagi anak dalam
menempuh kehidupannya. Walaupun pada suatu saat dia cenderung menyimpang, itu
adalah permasalahan lain dan diluar kendali kita, karena manusia itu memiliki
kendali yaitu hati dan akal yang semuanya itu barada di bawah kuasa Ilahi.
Wajar
saja jika sekarang hampir di seluruh dunia kemerosotan akhlak telah terwujud
nyata. Janganlah kita menyepelekan akhlak, karena jika bergeser sedikit pun
akan berakibat fatal bahkan dapat menimbulkan kehancuran bagi umat manusia.
Kita tidak boleh keliru memandang kemajuan dunia dalam segi penguasaan materi
yang tidak disertai akhlak. Justru dalam waktu jangka panjang, kemajuan
tersebut akan menemukan titik kehancurannya. Misalnya terbukti dengan majunya
seseorang dalam bidang materi akan banyak menimbulkan kejahatan jika si pemilik
harta tidak memiliki akhlak. Lain halnya dengan si kaya yang berakhlak, mereka
EmoticonEmoticon